Kronologi Kasus Pengadaan Laptop Chromebook yang Menjerat Nadiem dkk

CITY GUIDE FM – Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) era Nadiem Makarim terus bergulir. Kejaksaan Agung belum lama ini telah menetapkan empat tersangka.
Mereka adalah Staf Khusus Mendikbud Ristek 2019-2024 Jurist Tan beserta konsultannya Ibrahim Arief. Lalu Direktur SMP Kemendikbud Ristek Mulatsyah dan Direktur SD Kemendikbud Ristek Sri Wahyuningsih.
Mereka ditetapkan atas keterlibatannya pada kasus pengadaan laptop Chromebook sebanyak 1,2 juta unit senilai Rp 9,3 triliun. Negara pun mengalami kerugian sebesar Rp 1,9 triliun berasal dari ilegal gain yaitu keuntungan yang diambil dari selisih harga kontrak dengan harga penyedia.
Sayangnya, jutaan unit laptop tersebut tidak dapat digunakan dengan baik oleh guru dan siswa di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Karena belum memiliki jaringan internet yang memadai.
Sebenarnya, seperti apakah kronologi kasus korupsi hingga merugikan negara triliunan rupiah? Melansir Bloomberg Technoz, berikut adalah timeline pengadaan laptop Chromebook tersebut:
Agustus 2019 — Nadiem dan Fiona Handayani (yang juga stafsus Kemendikbudristek) membentuk grup chat Whatsapp bernama “Mas Menteri Core Team”. Topik yang dibahas dalam grup ini salah satunya adalah digitalisasi pendidikan.
19 Oktober 2019 — Presiden Joko Widodo melantik Nadiem Makarim menjadi Mendikbudristek.
Desember 2019 — Jurist Tan mulai membahas teknik pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menggunakan Chromebook atau ChromeOS dengan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Ia meminta PSPK membuat kontrak kerja yang berisi penugasan Ibrahim Arief sebagai konsultan teknologi di Kemendikbudristek. Termasuk membantu pengadaan laptop tersebut. Selanjutnya, Jurist dan Fiona rapat dengan Mulatsyah dan Sri yang isinya meminta pengadaan ChromeOS itu.
Februari 2020 — Nadiem bertemu dengan dua perwakilan Google yang membahas pengadaan laptop. Jurist kemudian melanjutkan pembahasan tersebut soal teknis pengadaan dan co-investment Google sebesar 30 persen di kementerian. Selanjutnya, Jurist mengumumkan dalam sejumlah rapat adanya kesepakatan co-investment dari Google terkait pengadaan TIK 2020-2022.
April 2020 — Ibrahim Arief mencoba memengaruhi tim teknis kementerian soal ChromeOS melalui presentasi saat rapat virtual.
6 Mei 2020 — Nadiem memimpin rapat bersama Jurist, Ibrahim, Sri dan Mulatsyah yang isinya memerintahkan pengadaan TIK 2020-2022 menggunakan ChromeOS dari Google. Bermodalkan hasil rapat tersebut, Ibrahim menolak kajian teknis kementerian yang belum mencantumkan ChromeOS. Sehingga, terbitlah kajian baru yang merujuk pada ChromeOS.
6 Juni 2020 — Di Hotel Arosa Bintaro, Sri Wahyuningsih meminta pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan TIK untuk memilih ChromeOS via e-katalog. Hal yang sama juga dilakukan oleh Mulatsyah. Sri bahkan mencopot PPK yang menolak perintah tersebut dan menggantinya dengan orang lain. Kemudian ia membuat petunjuk pelaksanaan tahun 2021 untuk pengadaan TIK tingkat SD dengan ChromeOS. Pun Mulatsyah melakukan hal serupa untuk level SMP.
Juni 2025 — Lima tahun berselang, kasus ini baru mencuat ketika Ditjen Imigrasi mencekal Jurist, Fiona dan Ibrahim ke luar negeri. Penyidik juga melakukan penggeledahan dan panggilan pemeriksaan terhadap ketiganya. Namun Jurist ternyata sudah berada di luar negeri dan meminta pemeriksaan tertulis. Kejaksaan juga sempat memeriksa pejabat Google.
23 Juni 2025 — Kejaksaan mulai memeriksa Nadiem untuk pertama kalinya selama 12 jam terkait materi rapat pada 6 Mei 2020.
8 Juli 2025 — Penyidik menggeledah kantor PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk untuk mencari dokumen investasi.
14 Juli 2025 — Penyidik memeriksa Andre Sulistyo dan Melissa Siska Juminto.
15 Juli 2025 — Nadiem diperiksa untuk kedua kalinya selama 9 jam didampingi Hotman Paris. Ia tidak ditahan dan kembali pulang ke rumah. Sementara Ibrahim dijemput paksa dari apartemennya. Serta menetapkan Jurist, Ibrahim, Sri dan Mulatsyah sebagai tersangka.
Editor : Intan Refa