NewsPemerintahan

76 Persen Perangkat Desa Menolak Dana Desa Jadi Jaminan Kopdes MP

Presiden Prabowo dalam kunjungannya ke Kabupaten Bengkayang, Kalbar. (instagram.com/prabowo)
Presiden Prabowo dalam kunjungannya ke Kabupaten Bengkayang, Kalbar. (instagram.com/prabowo)

CITY GUIDE FM – Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih terus kejar tayang pendiriannya di berbagai daerah. Berdasarkan hasil penelitian dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), setidaknya ada 76 persen perangkat desa di Indonesia yang keberatan dengan konsep Kopdes MP ini.

Pelaksanaan koperasi ini dibiayai dengan skema pinjaman dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Pertama, bank Himbara ini akan mentransfer dana kepada desa setelah lolos uji kelayakan (feasibility study).

Lalu pemerintah desa akan mencairkan dana ke dalam bentuk penyertaan modal kepada Kopdes MP. Nantinya, Sisa Hasil Usaha (SHU) Kopdes MP akan masuk ke rekening pemerintah desa.

Karena mekanisme itulah, studi ini melaporkan adanya indikasi kekhawatiran dari para perangkat desa terhadap keberlanjutan fiskal dan risiko kredit. Pemerintah desa “dipaksa” membentuk Kopdes MP dengan cara utang ke bank Rp3 miliar dengan tenor pengembalian selama 10 tahun.

Masalahnya adalah cicilan utang bank tersebut diambil bukan dari keuntungan koperasi secara langsung. Melainkan memotong Dana Desa yang semestinya untuk ketahanan pangan.

Otomatis, kemampuan fiskal desa akan tergerus dan berimplikasi pada program prioritas seperti bantuan langsung tunai (BLT), operasional desa hingga pembangunan sarana prasarana.

“Tuntutan kami sederhana, supaya program titipan pusat itu harus diikuti dengan anggarannya. Jangan malah menggerus dana desa,” kata perangkat desa di NTB yang tidak disebutkan namanya.

Meski pemerintah mengatakan program Kopdes MP ini bersifat partisipatif, nyatanya musyawarah desa seringkali terlaksana bukan karena fungsi rembug inisiatif. Melainkan sibuk merinci tuntutan capaian program pemerintah pusat.

Posisi pemerintah desa menjadi dilematis. Di satu sisi, sebagai representasi pemerintahan terbawah, mereka harus tunduk pada pusat. Sedangkan di sisi lain, desa harus berhadapan dengan protes masyarakat yang meragukan keberhasilan program ini. Seiring dengan banyaknya program mangkrak milik pemerintah.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button